(K.S)
Dulu, jatuh cinta adalah hal yang sulit
bagiku. Memikirkannya saja aku enggan. Aku takut semua akan terulang lagi, aku
takut merasakan rasa sakit lagi. Aku benci itu. Namun semua itu berubah saat
aku mengenalmu. Semua perasaan yang kuhindari kini kembali. Walaupun aku
berusaha menolak, namun pesonamu begitu kuat. Dan aku kembali menjadi wanita
bodoh yang membuka hati untukmu tanpa tau perasaanmu. Aku tidak suka pertanyaan
“Kenapa kamu suka aku?” karena aku tidak akan bisa menjawab. Mulutku akan
membisu, begitupula hatiku. Berbicara tentang cinta memang tak akan ada
habisnya. Cinta itu abstrak, kita tak akan pernah tau kapan dia akan datang dan
pada siapa dia menyapa. Aku tak sepenuhnya membenci perasaan yang aku rasakan
sekarang. Justru hati kecilku merasa senang, karena aku bisa melupakan rasa
sakit dulu.
Aku pernah berfikir bahwa
kesendirian adalah candu. Karena semakin lama aku sendiri makin butuh
kepercayaan yang besar untuk membiarkan orang lain mengetuk hatiku. Dan saat
aku bertemu denganmu, semua tentang kepercayaan itu runtuh.
Kamu baik, lembut, hangat, dan aku suka cara
kamu menatap dan tersenyum kepadaku. Kamu berhasil memberikan pelangi di
mendungku. Aku senang bisa mengenalmu. Bahagia, nyaman, itulah yang kursakan
saat bersamamu. Dan hari itu, hari yang tak pernah ingin aku lupakan. Hari yang
membuatku sangat dekat denganmu. Aku bisa memandangimu sepuas yang aku mau, dan
kamupun bercerita semua tentangmu, sungguh aku menyukai itu. Akupun tertidur
pulas dipundakmu, wangi parfummu membuatku selalu ingin didekatmu.
Tidakkah kamu tau, dengan tidak sengaja aku
mulai bergantung padamu. Setiap saat aku menatap ponselku berharap ada pesan
yang kamu kirimkan padaku walau hanya sekedar bertanya kabar. Jika saja rasa
malu ditiadakan, aku akan mengirimimu pesan setiap saat hanya untuk bertanya
kabar. Hanya saja, aku tak punya cukup keberanian untuk melakukan itu.
Ada banyak alasan yang membuatku tetap diam.
Dan semua alasan itu adalah pikiran yang timbul dari rasa takutku akan
kenyataan yang akan kudapatkan jika aku mulai memberitahumu apa yang kurasakan.
Dan entah harus bagaimana caraku menceritakan semua rasa yang selama ini menggebu
dan tak bisa kuungkap.
Apa kamu pernah merasakan rindu pada
seseorang namun kamu tak bisa untuk mengungkapkan dan yang kamu lakukan
hanyalah diam lalu membiarkan rasa rindu itu menusuk hatimu lagi dan akhirnya
air mata jatuh dari sudut matamu. Memang dengan menangis sedikit banyak
perasaan kamu akan larut bersama tetes air mata yang membasahi pipimu. Namun
itu akan terus terulang jika semua perasaan rindu itu tak bisa kamu ungkap. Dan
seperti itulah yang aku rasakan sekarang, pada siapa lagi selain kamu?
Aku ingin sekali berkata jika aku merindukanmu.
Teramat rindu. Namun tak satupun dari semua kata rindu itu dapat kuucapkan.
Kenapa? Karena hatimu merangkak pelan dibelakang hatiku. Rinduku layaknya
gerimis yang tiba-tiba melebat mengalirkan kamu kedalam anganku. Dan jika saja
benar rinduku adalah hujan, aku akan membiarkan mereka jatuh dan menenggelamkan
semua perasaan. Kamu tau apa yang menurutku menakutkan? Yaitu, saat nyaman
bersamamu dan jatuh cinta sendirian. Tak apa, itu hal yang biasa untukku. Hanya
saja, tolong tetap seperti saat itu. Saat kamu selalu menjadi alasan adanya
senyuman diwajahku.
Namun sekarang hal yang aku bencipun terjadi,
kamu berubah. Entah kenapa. Aku tidak suka kamu yang seperti ini, kamu yang
tiba-tiba menghilang tanpa kabar, membuatku bingung. Kamu tau, aku tak pernah
sedikitpun berpikir atapun berkhayal untuk memilikimu, karena aku tahu itu
tidak akan mungkin terjadi. Yang aku ingin hanya dekat denganmu dan menjadi
teman baikmu, itu lebih dari cukup.
Saat aku bertanya kenapa kamu berubah? Itu
adalah awal dari rasa takutku kehilanganmu. Bukan dalam arti aku ingin memilikimu,
namun aku takut jika jarak kita menjadi semakin jauh. Lalu kamu berkata
“Tenang, kita akan terus bersama, kita kan teman sehidup semati.” Kalimat itu
menimbulkan banyak sekali pertanyaan dibenakku. Teman seperti apa yang kamu
maksud? Teman biasakah? Atau lebih dari itu? Jika memang kamu hanya
menganggapku teman, kenapa harus menggunakan kata “Sehidup, Semati.” Yang
menurut banyak orang memiliki arti berbeda dengan hanya kata “Kita kan teman.”
Dan kenapa kamu harus membumbui dengan kata “Kita akan terus bersama.” Itu akan
membuat kesalahpahaman. Bukan, itu akan membuat hatiku lebih berharap untuk
terus bersamamu.
Perubahan sikapmu sangat terlihat jelas. Kamu
dulu hangat, namun sekarang hambar. Dulu kamu menjadi alasan aku tersenyum
menatap layar ponsel dan membaca pesan darimu. Namun sekarang, kamu juga yang
membuat aku mendengus sebal saat membaca pesanmu. Dulu kamu membalas pesanku
secepat kilat, namun sekarang aku harus menunggu pesan itu kamu balas, dan yang
paling menyebalkan saat kamu membalas dengan singkat pesanku. Dan bodohnya, aku
masih selalu menunggu pesan darimu, bahkan setiap ponselku berbunyi aku selalu
berharap itu darimu. Aku sadar aku sudah
terlewat batas, aku lupa diri. Lupa siapa kamu dan siapa aku. Bukan salahmu.
Aku yang salah. Aku terlalu senang saat menemukanmu yang bisa membebaskanku
dari masalalu, hingga aku lupa jika kamu juga dapat membuatku terjatuh.
Dirimu seperti pelangi kataku, yang hanya
mewarnai sesaat lalu hilang. Walaupun hambarku pernah terasa manis karena
adanya dirimu. Mendungku pernah berwarna karenamu. Dan ruang hati yang sempat
aku lupakan, telah berhasil kamu sentuh. Namun saat aku menyadari dirimu hanya
singgah, hatiku sedikit tergores. Sekali lagi bukan salahmu, aku yang terlalu
hanyut dalam perasaan yang kamu timbulkan. Aku benci kita yang sekarang, aku
tidak suka kamu yang sekarang. Kita jauh, dan semakin jauh. Asing, dan aku
semakin tak mengenalmu lagi.
Andai saja ada kesempatan untuk aku
mengungkapkan perasaanku. Aku tak akan pernah mengungkapkan. Bukan tolakan yang
aku takutkan. Tetapi sikapmu padaku nanti. Akankah tetap sama, atau kamu akan
menjauh dan membuatku benar-benar kehilanganmu sebagai temanku.
Dan jika benar aku mendapat kesempatan itu, yang
aku ingin katakan adalah semoga kamu tak bosan menjadi “Kamuku” yang kutulis berulang-ulang. Semoga kamu
tidak resah atas rinduku yang tak pernah mengenal kata lelah. Semoga kamu tidak
keberatan menjadi seseorang yang selalu kupermohonkan pada-Nya. Semoga. K.S