Blogroll

Selasa, 30 Mei 2017

KS

(K.S)
Dulu, jatuh cinta adalah hal yang sulit bagiku. Memikirkannya saja aku enggan. Aku takut semua akan terulang lagi, aku takut merasakan rasa sakit lagi. Aku benci itu. Namun semua itu berubah saat aku mengenalmu. Semua perasaan yang kuhindari kini kembali. Walaupun aku berusaha menolak, namun pesonamu begitu kuat. Dan aku kembali menjadi wanita bodoh yang membuka hati untukmu tanpa tau perasaanmu. Aku tidak suka pertanyaan “Kenapa kamu suka aku?” karena aku tidak akan bisa menjawab. Mulutku akan membisu, begitupula hatiku. Berbicara tentang cinta memang tak akan ada habisnya. Cinta itu abstrak, kita tak akan pernah tau kapan dia akan datang dan pada siapa dia menyapa. Aku tak sepenuhnya membenci perasaan yang aku rasakan sekarang. Justru hati kecilku merasa senang, karena aku bisa melupakan rasa sakit dulu.
            Aku pernah berfikir bahwa kesendirian adalah candu. Karena semakin lama aku sendiri makin butuh kepercayaan yang besar untuk membiarkan orang lain mengetuk hatiku. Dan saat aku bertemu denganmu, semua tentang kepercayaan itu runtuh.        
Kamu baik, lembut, hangat, dan aku suka cara kamu menatap dan tersenyum kepadaku. Kamu berhasil memberikan pelangi di mendungku. Aku senang bisa mengenalmu. Bahagia, nyaman, itulah yang kursakan saat bersamamu. Dan hari itu, hari yang tak pernah ingin aku lupakan. Hari yang membuatku sangat dekat denganmu. Aku bisa memandangimu sepuas yang aku mau, dan kamupun bercerita semua tentangmu, sungguh aku menyukai itu. Akupun tertidur pulas dipundakmu, wangi parfummu membuatku selalu ingin didekatmu.
Tidakkah kamu tau, dengan tidak sengaja aku mulai bergantung padamu. Setiap saat aku menatap ponselku berharap ada pesan yang kamu kirimkan padaku walau hanya sekedar bertanya kabar. Jika saja rasa malu ditiadakan, aku akan mengirimimu pesan setiap saat hanya untuk bertanya kabar. Hanya saja, aku tak punya cukup keberanian untuk melakukan itu.
Ada banyak alasan yang membuatku tetap diam. Dan semua alasan itu adalah pikiran yang timbul dari rasa takutku akan kenyataan yang akan kudapatkan jika aku mulai memberitahumu apa yang kurasakan. Dan entah harus bagaimana caraku menceritakan semua rasa yang selama ini menggebu dan tak bisa kuungkap.
Apa kamu pernah merasakan rindu pada seseorang namun kamu tak bisa untuk mengungkapkan dan yang kamu lakukan hanyalah diam lalu membiarkan rasa rindu itu menusuk hatimu lagi dan akhirnya air mata jatuh dari sudut matamu. Memang dengan menangis sedikit banyak perasaan kamu akan larut bersama tetes air mata yang membasahi pipimu. Namun itu akan terus terulang jika semua perasaan rindu itu tak bisa kamu ungkap. Dan seperti itulah yang aku rasakan sekarang, pada siapa lagi selain kamu?
Aku ingin sekali berkata jika aku merindukanmu. Teramat rindu. Namun tak satupun dari semua kata rindu itu dapat kuucapkan. Kenapa? Karena hatimu merangkak pelan dibelakang hatiku. Rinduku layaknya gerimis yang tiba-tiba melebat mengalirkan kamu kedalam anganku. Dan jika saja benar rinduku adalah hujan, aku akan membiarkan mereka jatuh dan menenggelamkan semua perasaan. Kamu tau apa yang menurutku menakutkan? Yaitu, saat nyaman bersamamu dan jatuh cinta sendirian. Tak apa, itu hal yang biasa untukku. Hanya saja, tolong tetap seperti saat itu. Saat kamu selalu menjadi alasan adanya senyuman diwajahku.
Namun sekarang hal yang aku bencipun terjadi, kamu berubah. Entah kenapa. Aku tidak suka kamu yang seperti ini, kamu yang tiba-tiba menghilang tanpa kabar, membuatku bingung. Kamu tau, aku tak pernah sedikitpun berpikir atapun berkhayal untuk memilikimu, karena aku tahu itu tidak akan mungkin terjadi. Yang aku ingin hanya dekat denganmu dan menjadi teman baikmu, itu lebih dari cukup.
Saat aku bertanya kenapa kamu berubah? Itu adalah awal dari rasa takutku kehilanganmu. Bukan dalam arti aku ingin memilikimu, namun aku takut jika jarak kita menjadi semakin jauh. Lalu kamu berkata “Tenang, kita akan terus bersama, kita kan teman sehidup semati.” Kalimat itu menimbulkan banyak sekali pertanyaan dibenakku. Teman seperti apa yang kamu maksud? Teman biasakah? Atau lebih dari itu? Jika memang kamu hanya menganggapku teman, kenapa harus menggunakan kata “Sehidup, Semati.” Yang menurut banyak orang memiliki arti berbeda dengan hanya kata “Kita kan teman.” Dan kenapa kamu harus membumbui dengan kata “Kita akan terus bersama.” Itu akan membuat kesalahpahaman. Bukan, itu akan membuat hatiku lebih berharap untuk terus bersamamu.
Perubahan sikapmu sangat terlihat jelas. Kamu dulu hangat, namun sekarang hambar. Dulu kamu menjadi alasan aku tersenyum menatap layar ponsel dan membaca pesan darimu. Namun sekarang, kamu juga yang membuat aku mendengus sebal saat membaca pesanmu. Dulu kamu membalas pesanku secepat kilat, namun sekarang aku harus menunggu pesan itu kamu balas, dan yang paling menyebalkan saat kamu membalas dengan singkat pesanku. Dan bodohnya, aku masih selalu menunggu pesan darimu, bahkan setiap ponselku berbunyi aku selalu berharap itu darimu.  Aku sadar aku sudah terlewat batas, aku lupa diri. Lupa siapa kamu dan siapa aku. Bukan salahmu. Aku yang salah. Aku terlalu senang saat menemukanmu yang bisa membebaskanku dari masalalu, hingga aku lupa jika kamu juga dapat membuatku terjatuh.
Dirimu seperti pelangi kataku, yang hanya mewarnai sesaat lalu hilang. Walaupun hambarku pernah terasa manis karena adanya dirimu. Mendungku pernah berwarna karenamu. Dan ruang hati yang sempat aku lupakan, telah berhasil kamu sentuh. Namun saat aku menyadari dirimu hanya singgah, hatiku sedikit tergores. Sekali lagi bukan salahmu, aku yang terlalu hanyut dalam perasaan yang kamu timbulkan. Aku benci kita yang sekarang, aku tidak suka kamu yang sekarang. Kita jauh, dan semakin jauh. Asing, dan aku semakin tak mengenalmu lagi.
Andai saja ada kesempatan untuk aku mengungkapkan perasaanku. Aku tak akan pernah mengungkapkan. Bukan tolakan yang aku takutkan. Tetapi sikapmu padaku nanti. Akankah tetap sama, atau kamu akan menjauh dan membuatku benar-benar kehilanganmu sebagai temanku.

Dan jika benar aku mendapat kesempatan itu, yang aku ingin katakan adalah semoga kamu tak bosan menjadi “Kamuku”  yang kutulis berulang-ulang. Semoga kamu tidak resah atas rinduku yang tak pernah mengenal kata lelah. Semoga kamu tidak keberatan menjadi seseorang yang selalu kupermohonkan pada-Nya. Semoga. K.S

0 komentar: